BERDAMAI DENGAN TAKDIR


Sampai sekarang saya masih terkenang dengan peristiwa ini. Satu momen yang akhirnya menggiring saya untuk mengubah pola pikir. Sungguh suatu peristiwa yang besar dalam sejarah hidup saya.

Ini adalah tentang kelahiran putri saya yang ke tiga. Proses kehamilanku ini terasa normal dan biasa saja seperti kehamilan sebelumnya. Bahkan kondisi tubuh dan janin terasa lebih sehat tidak mengalami keluhan dan kendala apapun, hanya memang saya tidak melakukan USG.

Pagi itu Hari Perkiraan Lahir (HPL) menurut perkiraan dokter. Suami saya sengaja tidak berangkat kerja seperti biasanya. Dia pikir siapa tau hari itu memang memang saat kelahiran, sehingga suami bisa menemani, walaupun belum ada tanda-tanda kelahiran. Dan alhamdulillah, tanpa rasa mules atau sakit yang lama saya melahirkan dirumah hanya dengan suami, karena keburu lahir sebelum bidan datang.

Allahu Akbar, Maha Besar Allah dengan segala ciptaanya. Entah apa yang kami rasakan saat itu, sedih, gembira, atau bersyukur ketika menghadapi kenyataan ini. Putri kami lahir dengan kondisi yang sangat istimewa. Iya putri kami lahir dengan kondisi yang tidak sempurna menurut kacamata manusia.

 Yang saya ingat saat itu suami duduk di sudut kamar nampak ada bulir bening di sudut matanya. Itu adalah tangisan pertama yang  saya lihat sejak kami menikah. Beliau terus berdoa dan tampak sekali mencemaskan kondisi saya saat itu. Seketika itu saya sadar, "Saya harus kuat dan sabar dalam menerima takdir ini." Kemudian suami mendekat dan memeluk seraya mengatakan, "Kita diberi amanah oleh Allah yang luar biasa." Sebagai manusia biasa seketika itu saya menangis sedih, tetapi suami dan keluarga terus menyemangati, sehingga mampu membuat kondisi saya  tidak larut dalam kesedihan.

Atas kesepakatan keluarga, pada hari kedua putri kami dibawa ke RS besar untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut. Saya berusaha tegar mendampingi putriku walaupun kondisi saya sendiri sebetulnya harus istirahat karena baru sehari melahirkan. Tapi semangatku mengalahkan semuanya, walaupun dokter dan keluarga mengkhawatirkanku.

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan panjang dari pihak RS, hasil sementara menunjukkan bahwa, " putriku mengalami kelainan bawaan, kemungkinan terburuknya adalah pendengaranya tidak sempurna dan ini akan berdampak pada kemampuan verbalnya.

Bumi rasanya berputar mendengar hasil ini, tubuhku lemas tak berdaya. Sekuat apapun diriku terasa sangat berat. Shock, antara sadar dan tidak saya dengar, tangisan putriku melengking.
Ya Allah ya Robbi aku tersadar kupeluk putriku yang masih merah tanpa dosa ini, rupanya dia lapar sejak beberapa saat belum minum ASI.

Jujur sebagai manusia biasa dan seorang ibu, pedih menerima kenyataan ini. Namun sebagai orang yang beriman harus punya keyakinan yang kuat tentang sebuah takdir, bahwa apapun yang terjadi didunia ini tidak terjadi secara kebetulan, semua sudah dalam scenarioNYA. Hanya doa dan usaha yang mampu merubah takdir, dan saya yakin, "bersama kesulitan selalu ada kemudahan." Tidak mudah memang untuk menghadapinya, tetapi bukan berarti tidak bisa.

Dari takdir ini saya mendapatkan pelajaran, apa itu artinya IKHLAS. Seiring berjalanya waktu pada tahun ke tiga usia putriku, ikhlas itu baru betul-betul saya rasakan. Yaitu menerima tanpa syarat apapun. Sudah tak ada rasa sedih, kecewa apalagi marah. Subhanallah Allah telah menarik keluar rasa itu dari hatiku, lega rasanya. Bersamaan dengan itu putriku mulai bisa berbicara, yang menurut perkiraan medis tidak bisa berbicara. Dan kata pertama yang keluar adalah memanggil IBU. Teringat pesan alqur'an "Lalu nikmat Tuhan mana lagi yang akan kamu dustakan”

Sungguh saya di sadarkan betul dengan hal-hal yang mengiringi takdir ini, yang pada akhirnya seperti memberi energi baru untuk selalu menghantarkan dan mendampinginya menjadi manusia mandiri dan insha Allah shalihah. Kini putriku sudah berusia 17 tahun dan dialah guru besar kehidupanku. Sungguh indah berdamai dengan takdir asal kita jalani dengan senyum dan syukur.


Endaryati
Ibu Rumah Tangga

0 komentar:

Posting Komentar