Ungkapan ini sering kali kita dengar di dalam kehidupan
sehari-hari, disadari atau tidak hal ini pernah kita lakukan, hanya
kadang-kadang tidak dipedulikan. Seperti
yang saya alami sendiri, sebuah peristiwa yang dulu ketika mengucapkan tidak
mengira hal ini akan terjadi di kemudian hari.
Sekitar tahun 2000 Alhamdulillah amanah yang ketiga kami lahir,
putri kami ini sangat istimewa,
dibanding dengan kakak-kakaknya yang terdahulu. Sangat istimewa karena sejak
lahir dia membawa kekhususan terutama masalah kesehatanya yang memerlukan
perhatian lebih.
Beberapa RS besar di semarang
seperti: RS Kariadi, Roemani, elisabet, Telogo Rejo, sudah kami sambangi
untuk melakukan pemeriksaan, karena kasus anak saya ini cukup komplek bawaan
sejak lahir, maka harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh, begitu kata
dokter. Untuk mengetahui perkembanganya maka harus dilakukan terapi rutin 2 kali dalam satu minggu sampai minimal usia 4 tahun.
Program ini kami jalani dengan semangat ikhlas apapun
kondisi yang kami harus hadapi, pantang menyerah demi kesehatan anak kami.
Ditengah-tengah perjalanan terapi ini ketika anak kami berusia 2 th yaitu tahun
2002 harus dilakukan pemeriksaan BERA untuk mengetahui kondisi pendengaranya,
karena anakku belum bisa berbicara sedikitpun. Untuk tindakan ini ternyata
harus dibawa ke jakarta (RSCM) karena alat yang ada waktu Itu hanya di beberapa
RS saja, kebetulan alat yang ada di semarang mengalami kerusakan
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan selama 21 hari di
RSCM, hasilnya: anak saya pendengaranya kurang lebih 75 desibel, sementara untuk ukuran
orang normal hanya 30 desibel. Jadi anak saya perlu diberi atau memakai alat
bantu pendengaran, namun dari segi intelegensi anak ini diatas rata-rata
menurut hasil pemeriksaan psikiater dari RSCM.
Akhirnya pada hari ke 22 kami memutuskan untuk pulang dengan
semangat yang baru. Namun sebelum pulang saya didatangi beberapa dokter ahli
disana meminta ijin untuk diperbolehkan mendokumentasikan dan menjadikan kasus
anak saya ini sebagai bahan observasi para dokter dan mahasiswa kedokteran UI. “Boleh
ya ibu, kata salah seorang dokter. Saya mengangguk sambil berkata, “monggo
silahkan dokter kalau itu berguna untuk
ilmu kedokteran, siapa tau anak saya nanti ada yang bisa jadi seperti dokter”.
Peristiwa ini sudah lama berlalu, hingga 9 th kemudian
tepatnya tahun 2011 anak saya yang
pertama (kakak dari anak istimewaku ini) lulus SMA, tidak tau kenapa anakku ini
namanya AISYAH punya keinginan yang kuat masuk fakultas kedokteran. Aku kaget dan
bingung, karena terus terang apakah saya mampu membiayai, Ya Allah mungkinkah
ini? “Nduk tak mencoba fakultas lain , begitu saranku sebagai ibunya tanpa
menunjukkan rasa kekhawatiranku. “Tidak buk, kalau jurusan lain walaupun
diterima tidak akan saya masuki”, begitu jawabnya dengan penuh keyakinan. Saya sebagai ibunya hanya bisa mendukung dan mendoakan apapun keinginan dan cita-cita anakku.
Dan alhamdulillah atas ijin Allah anak saya diterima tahun itu juga(2011) di
jurusan kedokteran umum melalui jalur SMPTN, dan sekarang sdg menyelasaikan
tahun terakhir KOAS semoga lancar, aamiin. Duh Gusti matur nuwun paring
kawelasan dumateng kula lan anak kula (Ya Allah terima kasih atas kemurahan ini
kepada kami). Benar-benar saya tidak menyangka ucapan saya 9 tahun yang lalu
terkabul pada hari itu. Ya ALLAH inikah yang disebut bahwa ucapan kita adalah
doa?
Saya jadi ingat pesan ibu
ketika menemani saat melahirkan anakku yang pertama “nduk kamu sekarang
sudah menjadi seorang ibu, harus lebih hati-hati dalam berbicara karena uacapan
ibu untuk anaknya itu di aminkan oleh malaikat. Semoga peristiwa ini menjadi
pengingat bagi diri saya sendiri untuk bisa menahan diri agar selalu berkata yang
baik atau lebih baik diam.
Terima kasih emak
selalu mengingatkanku
0 komentar:
Posting Komentar