Sandung


Tema : Jodoh Masa Depan

Sandung
Oleh : Endaryati

Janji memang belum terucap, namun hatinya sudah terpagut dalam satu jiwa. Sandung termenung di halte itu, entah kemana lagi harus mencari belahan jiwanya. Sejak selesai wisuda Sandung telah meninggalkan kota itu, pulang ke rumah orang tuanya di kampung. Kedatangan sandung kembali ke kota ini adalah mencari Hasca yang selama ini menjadi teman dekatnya.

"Taksi, Mbak?" suara sopir taksi mengejutkan lamunanya.

"Tidak, Pak terima kasih." jawab sandung singkat, sambil menggeser tubuhnya bergerak beberapa langkah. Beberapa penumpang berjubel di halte itu, menunggu bis yang akan membawanya pergi sesuai kota tujuan. Sandung masih berharap pemuda yang ditunggunya muncul dari balik gedung kampus di seberang halte itu. Tapi seseorang yang ditunggu tak kunjung datang.

"Sudah mantap kamu mau pulang ke kampung lagi ?" tanya Pak Gatot, induk semang sandung.

"Iya, Pak. Saya sudah berusaha mecari mas Hasca tapi tidak ketemu." jawab Sandung berusaha menutupi kepedihan hatinya. Rencananya Sandung ingin memperkenalkan Hasca kepada kedua orang tuanya, dan berharap Hasca sudi  melamarnya. Namun harapanya kali ini belum terwujud.

"Saya pamit ya, Pak. Mohon do'anya semoga saat saya datang kembali kesini saya sudah bersama Mas Hasca." suara Sandung lirih. Ada air bening menetes di sudut matanya. Hati gadis ini perih dan pilu. Bingung harus kemana lagi mencari pujaan hatinya. Apa yang harus disampaikan kepada Ayahnya, karena Sandung tak bisa membawa Hasca menemui orang tuanya. Berbagai pertanyaan menghantui pikiranya. Kenapa Hasca tiba-tiba menghilang? Kenapa Hasca tak mau berterus terang?

**

"Jadi kapan Orang tua Hasca akan darang ke rumah, Nduk?" tanya Pak Marta ayah Sandung tegas.

"Belum tau Pak, mungkin bulan depan."  jawab Sandung bimbang. Gadis ini bingung harus bagaimana.

"Jangan lama-lama, Bapak tak mau kamu jadi bahan olok-olokan para tetangga."

"Inggih, Pak mohon doanya." jawab Sandung sambil berlalu. Hati gadis ini semakin galau mengingat Hasca, yang tiba-tiba menghilang. Bagaimana nanti kalau sampai dua bulan Hasca tidak datang ke rumah. Alasan apa lagi yang harus disampaikan kepada Ayahnya.

"Ya, Allah berikan kekuatan kepada hambamu ini." doa Sandung setiap waktu.
Gadis berhidung mancung ini tetap optimis terhadap janji Hasca. Sandung tau betul karakter  pemuda pendiam itu. Dia sangat setia dan bertanggung jawab.

"Nduk, bagaimana rencanamu selanjutnya, ini kan sudah hampir tiga bulan."

"Iya, Pak." jawab Sandung.

"Begini, menurut Bapak, sebaiknya kamu berpikir ulang. Apakah tetap harus menunggu pemuda itu, sedangkan usiamu sudah semakin matang." Sandung hanya diam mendengarkan penjelasan ayahnya. Dia belum bisa melupakan pemuda itu.

"Kemarin Pak Camat datang lagi untuk meminta kamu, Bapak bingung harus menjawab apa." Suara Pak Marta dengan kemarahan yang agak tertahan.
Hati Sandung semakin tak menentu, antara sedih dan bingung. Sedih karena pemuda yang selama ini menjadi tumpuan harapanya menghilang begitu saja. Tak pernah memberi kabar, apakah dia baik-baik saja? Sementara Sandung juga sangat mengkhawatirkan kondisi Hasca. Tidak biasanya Hasca misterius seperti ini. Gaway pemuda itu juga tak bisa dihubungi lagi.

"Maafkan, Sandung belum bisa, Pak." tangis Sandung pecah di pangkuan Ayahnya. Gadis ini tak kuasa menahan kepedihanya. Satu sisi Sandung tak bisa membohongi hatinya, di sisi lain dia ingin berbakti kepada orang tuanya. Sandung masih berharap bisa menemukan Hasca kembali, entah kapan.

"Hasca, datanglah aku menunggumu." Ucap Sandung dalam tangis lirihnya.



* Foto : Koleksi pribadi

0 komentar:

Posting Komentar